Culture negeri bunga Sakura ini memang nggak pernah ada habisnya untuk dibahas. Mulai dari keseharian, pendidikan, upacara adat, lokasi wisata, budaya, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sebagai pembuka ulasan mengenai culture Jepang yang bakal kita jadiin topik utama di blog ini, pertama kita mulai dari gangster-nya Jepang. Kalo Italia punya mafia, maka jepang punya yang namanya Yakuza.
Yakuza dari bahasa Jepang: (やくざ atau ヤクザ) atau gokudō (極道) adalah nama dari sindikat terorganisir di Jepang. Organisasi ini sering juga disebut mafia Jepang, karena ada kesamaan dengan bentuk organisasi yang asalnya dari Italia tersebut.
Topik tentang Yakuza ini banyak diangkat dan dijadikan inspirasi untuk manga, anime, maupun film. Karena begitu kuatnya pengaruh yakuza-yakuza ini di Jepang. Jadi kalo lo ngaku doyan Jepang tapi belum pernah tahu apa itu yakuza atau yakuza itu kaya gimana. Kaya kalo lo makan sate, tapi nggak pake tusuk atau kecapnya.
Ya begini ini ciri khas yakuza. Tatto gila-gilaan di sekujur tubuh yang dibuat untuk menandai diri. Kalo gue lihat langsung yang begini sih, paling lari...
Sejarah Yakuza
Sejarah panjang Yakuza dimulai kira-kira pada tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa dan menyingkirkan shogun Kasai sebelumnya. Pergantian ini mengakibatkan kira-kira 500.000 orang samurai yang sebelumnya disebut hatomo-yakko (pelayan shogun) menjadi kehilangan tuan, atau disebut sebagai kaum ronin.
Shogun Kasai adalah salah satu Marga terbesar di Jepang dan sangat berpengaruh Hingga Saat Ini
Banyak dari mereka menjadi penjahat dan centeng. Mereka disebut sebagai kabuki-mono
atau samurai nyentrik urakan yang ke mana-mana membawa pedang. Mereka
berbicara satu sama lain dalam bahasa slang dan kode rahasia. Terdapat
kesetiaan tinggi di antara sesama ronin sehingga kelompok ini sulit
dibasmi.
Untuk melindungi kota dari para kabuki-mono, banyak kota-kota kecil di Jepang membentuk machi-yokko (satuan tugas desa). Satgas ini terdiri dari para pedagang, pegawai, dan orang biasa yang mau menyumbangkan tenaganya untuk menghadapi kaum kabuki-mono. Walaupun mereka kurang terlatih dan jumlahnya sedikit, tetapi ternyata para anggota machi-yokko ini sanggup menjaga daerah mereka dari serangan para kabuki-mono. Di kalangan rakyat Jepang abad ke-17, kaum machi-yokko ini dianggap seperti pahlawan.
Masalah jadi rumit, karena setelah berhasil menggulingkan para ronin,
para anggota machi-yokko ini malah meninggalkan profesi awal mereka dan
memilih jadi preman.
Hal ini diperparah lagi dengan turut campurnya Shogun dalam memelihara
para machi-yokko ini. Ada dua kelas profesi para machi-yokko, yaitu kaum
Bakuto (penjudi) dan Tekiya (pedagang). Namanya saja kaum
pedagang tetapi pada kenyataannya, kaum Tekiya ini suka menipu dan
memeras sesama pedagang. Walau begitu, kaum ini punya sistem kekerabatan
yang kuat. Ada hubungan kuat antara Oyabun (Bos (bapak)) dan Kobun (bawahan (anak)), serta Senpai-Kohai (Senior-Junior) yang kemudian menjadi kental di organisasi Yakuza.
Penjudi
Kaum Bakuto (penjudi), punya sejarah yang unik. Awalnya mereka disewa oleh Shogun
untuk berjudi melawan para pegawai konstruksi dan irigasi. Tindakan ini
dilakukan agar gaji para pegawai konstruksi dan irigasi habis di meja
judi dan tenaga mereka bisa disewa dengan harga murah.
Jenis judi yang biasa dilakukan adalah menggunakan kartu Hanafuda dengan sistem permainan mirip Black Jack.
Tiga kartu dibagikan dan bila angka kartu dijumlahkan, maka angka
terakhir menunjukkan siapa pemenang, di antara sekian banyak kartu sial
kartu berjumlah 20 adalah yang paling sering disumpahi orang, karena
berakhiran nol. Salah satu konfigurasi kartu ini adalah kartu dengan
nilai (8-9-3) yang dalam bahasa Jepang menjadi Ya-Ku-Za yang kemudian
menjadi nama asal Yakuza.
Dari kaum Bakuto ini juga muncul tradisi menandai diri dengan tato disekujur badan (disebut irezumi) dan yubitsume
(potong jari) sebagai bentuk penyesalan ataupun sebagai hukuman.
Awalnya hukuman ini bersifat simbolik, karena ruas atas jari kelingking
yang dipotong membuat pemilik tangan menjadi lebih sulit memegang pedang
dengan mantap. Hal ini menjadi simbol ketaatan terhadap pimpinan.
Yakuza modern
Waktu pun berlalu, kaum Bakuto dan Tekiya menjadi satu identitas
sebagai Yakuza. Kaum yang asalnya bertugas melindungi masyarakat –
menjadi ditakuti masyarakat. Para pimpinan Jepang
memanfaatkan hal ini untuk mengendalikan masyarakat dan menggerakkan
nasionalisme. Yakuza ikut direkrut oleh pemerintah Jepang dalam aksi
pendudukan di Manchuria dan Cina oleh Jepang tahun 1930-an. Para Yakuza dikirim ke daerah tersebut untuk merebut tanah, dan memperoleh hak monopoli sebagai imbalan.
Ekstasi, pachinko dan perdagangan senjata
Di masa kini, keanggotaan Yakuza diperkirakan telah menurun tajam, tetapi bukan berarti tidak berbahaya. Tulang punggung bisnis ilegal mereka adalah pachinko, perdagangan ampethamine (termasuk ice dan ekstasi), prostitusi, pornografi, pemerasan, hingga penyelundupan senjata.
Di era 1980-an, Yakuza mengembangkan sayap mereka hingga ke Amerika Serikat, dan ikut masuk dalam bisnis legal
untuk mencuci uang mereka. Dalam operasinya, Yakuza membeli aset di
Amerika dan salah satu yang pernah mencuat ke permukaan adalah
keterlibatan Prescott Bush, saudara dari presiden George H.W. Bush dan paman dari Presiden George W. Bush, dalam transaksi penjualan perusahaan Aset Management International Financing & Settlements di awal 1990an.
Di dalam negeri, Yakuza juga ditengarai turut berperan dalam
anjloknya ekonomi Jepang selama 10 tahun terakhir. Sebagai akibat
amblasnya bisnis properti dan macetnya kredit bank di Jepang pasca 1990,
banyak debitor yang menyewa anggota Yakuza agar agunan mereka tidak
disita oleh bank.
Selain itu, banyak perusahaan yang memperoleh pinjaman bank pada
dasarnya adalah sebuah kigyo shatei, perusahaan boneka miliki Yakuza.
Perusahaan milik Yakuza ini diperkirakan memperoleh kredit antara
300-400 milyar dolar, dan sebagian dari jumlah itu dialirkan ke induk
organisasi Yakuza. Menghadapi hal seperti ini, bank Jepang jelas tidak
bisa berkutik.
Di sisi lain, anggota Yakuza juga kerap membeli aset properti dengan
harga miring dari perusahaan yang butuh uang tunai untuk dijual kembali
dengan harga tinggi apapun itu mulai dari apartemen, perkantoran hingga
rumah sakit. Bila sebuah bangunan telah dibeli oleh Yakuza, tidak ada
yang berani jadi tetangga mereka dan alhasil harga properti langsung
jatuh, dan segera naik segera setelah Yakuza menjualnya.
Selain beroperasi secara di level bawah, Yakuza juga menggurita di kalangan politisi
Jepang. Beberapa praktik suap telah terbongkar termasuk dalam program
tender proyek umum senilai trilyunan yen. Program rekapitalisasi
perbankan Jepang yang berlarut-larut tidak kunjung selesai diperparah
oleh keterlibatan Yakuza yang sangat berkepentingan dalam bisnis
properti dan kredit perbankan. Saat ini perbankan Jepang masih
menanggung beban kredit macet sebesar kira-kira 1,2 triliun dolar dan
membuat ekonomi tidak bertumbuh selama 10 tahun terakhir.